TO TRAVEL IS TO LIVE

TO TRAVEL IS TO LIVE

HARDOLIN : Jalan panjang ke Gunung Padang


Jalan panjang menuju Gunung Padang


HARDOLIN : JALAN PANJANG MENUJU GUNUNG PADANG

Berbeda dengan beberapa trip sebelumnya, kali ini Barudak Hardolin mencoba untuk mengunjungi sebuah tempat bertemakan edukasi sejarah. Tiada lain nama tempat itu bernama Situs Megalitikum Gunung Padang yang secara administratif situs ini berada di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan Desa Karyamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.



Setelah sebelumnya kami melakukan browsing dan tanya kesana kemari, akhirnya pada hari Minggu tanggal 10 September 2016, saya beserta beberapa rekan dari komunitas Sekid Adventure ( Baca : Sekeloa Kidul Adventure ) Ali Afrizal dan Yayu Kusumawardhani segera menuju lokasi yang dimaksud. Namun di detik detik Injury time kami akan berangkat, seorang kawan lama, Awan Setiawan menyanggupi untuk ikut bersama kami. Posisinya sudah menunggu di salah satu perkebunan teh di daerah Ciwidey.




Sekedar informasi saja, ada beberapa jalur untuk menuju Situs Gunung Padang ini, diantaranya via Warung kondang ataupun via ciwidey. Dari semua jalur yang ada, disarankan lebih baik melewati jalur Warung kondang yang notabene jalur dan trek jalannya relative lebih baik jika dibanding via Ciwidey yang lumayan menguras waktu dan tenaga. Walaupun demikian akhirnya kami sepakat untuk mengambil rute via ciwidey sekalian menjemput saudara Awan Setiawan di lokasi.

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, Gunung Padang ini biasa disebut dengan nama Nagara Siang Padang, yang jika diurai perkata, maka Nagara berarti negara. Negara adalah komunitas yang punya tingkatan kasta, dari masyarakat bawah, pejabat, sampai presiden. Jadi makna Nagara yang dimaksud adalah tatatan, tingkatan, atau rangkaian. Sedangkan Siang berarti kesiangan atau telat, atau penghujung, atau akhir. Lalu Padang diartikan sebagai cahaya atau penerang.  Jadi Nagara Siang Padang itu punya makna tatanan atau rangkaian pencerahan yang ada di akhir zaman. Lalu kapankah itu akhir zaman itu? Wallahualam wahai pemirsa Hardolin.




Dari jam 05.00 WIB sesuai perjanjian di awal, ternyata molor lebih lama dan baru sekitar jam 07.00 WIB perjalanan ini kami mulai. Setelah menjemput Awan di Ciwidey, kami langsung disambut jalanan khas ala perkebunan teh. Pemandangan yang indah, udara yang segar, serta pemukiman warga setempat yang terlihat masih asri setia menemani perjalanan kami. Disarankan pula jika akan melaui jalur ini agar menggunakan atau memakai kendaraan yang ber-gigi jangan pake yang matic. Kasian aja motornya bro, jalanannya kurang mulus.




Jalanan berkelok, naik dan turun, dusun demi dusun kami lalui, semuanya terasa lengkap menyambut kedatangan kami, namun perjalanan ini belum juga berakhir. Di tengah perjalanan yang jauh dan semakin beratnya medan, sempat terpikirkan untuk balik badan dan menyerah, namun kami percaya bahwa tak ada satupun perjalanan yang sia-sia. Selalu ada hikmah dan pelajaran baru di setiap langkahnya. Mungkin inilah yang dinamakan petualangan sebenarnya, menapakkan kaki di tempat yang asing untuk mencapai sebuah tujuan. Namun setidaknya kami jadi tau letaknya Curug Citambur dan juga Curug Cikondang, sebuah tempat indah yang tersembunyi pun kami lalui. Dikatakan demikian karena untuk mencapai kesana membutuhkan waktu dan kesabaran ekstra, ditambah lagi dengan trek jalan yang wow sungguh amazing menantang. Salut kepada kawan kita Awan Setiawan yang sudah terbiasa melalui jalur tersebut dikarenakan memang disanalah Negara asalnya berada.
Kampuang lo nan jauh di mato broo hhhehe....





Setelah hampir seharian perjalanan, akhirnya sampai juga kami di tempat yang dituju. Di awal pintu masuk kita akan menjumpai sebuah gerbang atau gapura monumental sebagai ciri bahwa kita sudah memasuki area Gunung Padang. Dari situ kita masih harus melewati beberapa rumah warga untuk sampai ke tempat parkiran khusus motor, sedangkan untuk parkiran mobil berada persis di belakang gapura pintu masuk tadi. Singkat cerita kitapun sampai. Setelah motor kita parkirkan, hal yang pertama kita lakukan bukannya membeli tiket masuk melainkan mencari tempat makan. Lapar bro seharian kita di perjalanan, sungguh menguras tenaga. Makanya tanpa banyak berdiskusi, kami hampiri warung nasi yang tepat berada di depan parkiran. Ayam goreng nasina dobel bu tong ngangge sambel, pesanan saya pada sang penjaga warung. Sementara yang lain hanya memesan kopi dan sekedar bersantai beristirahat.




Urusan perut beres, pendakian pun langsung dimulai setelah sebelumnya membeli tiket masuk Rp 5000,- per orang. Situs Gunung Padang ini terletak di puncak sebuah bukit, untuk mencapainya dari dasar, kita harus meniti tangga curam setinggi -+ 95 meter terbuat dari tiang-tiang batuan andesit sebanyak hampir 400 anak tangga. Namun jangan kuatir, ada juga pilihan anak tangga yang lebih landai dibanding yang tadi, namun kita harus sedikit memutar agar bisa langsung menuju ke puncak. Luas kompleks situs ini kurang lebih 15 hektar dengan tinggi sekitar 110 meter. Jelas lebih luas jika dibandingkan dengan Candi Borobudur yang hanya mempunyai luas 1,5 hektar dengan ketinggian 35 meter. Subhanallah sekali yah.




Dasar situs ini terdapat di ketinggian 894 mdpl. Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras (tingkatan). Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran berbeda-beda. Batu-batu itu sama sekali belum mengalami sentuhan tangan manusia dalam arti, belum dikerjakan atau dibentuk oleh tangan manusia. Setiap teras mempunyai pola-pola bangunan batu yang berbeda-beda yang ditujukan untuk berbagai fungsi.

Perjalanan yang jauh dan melelahkan terbayar sudah ketika kita menginjakkan kaki di puncak. Indahnya broo, cape pun seakan hilang dengan sendirinya. Rasa kagum ini tak terwakili kata-kata bahwa teknologi dan peradaban ternyata sudah ada sejak dahulu kala. Dan sudah kewajiban kita sebagai generasi muda untuk menjaga dan melestarikannya.


Jangan mengambil apapun kecuali gambar jangan meninggalkan apapun kecuali jejak
 dan jangan membunuh apapun kecuali waktu




Tidak ada komentar:

Posting Komentar